Mei 2023: Eksekusi



Hari ini aku akan mati.


Tidak. Mereka akan mengeksekusiku.


Hari ini, 27 November 1899, aku Joseph Kristoff yang baru berusia 23 tahun, akan dieksekusi. Aku seorang pembelot, begitulah pendapat mereka. Mereka menangkapku di perbatasan setelah diam-diam melakukan perjalanan ke tanah musuh sebulan sebelumnya. Mereka mengira kalau aku membelot. Tapi aku bukanlah seorang pembelot.


Semua orang termasuk keluargaku tahu bahwa aku akan dikesekusi. Bahkan meskipun kau hanya seorang pengembara yang hanya sekadar melintasi kota ini pun pasti juga bakal tahu kalau aku akan dieksekusi.


Dinding-dinding dan tiang-tiang kosong mengumumkan walaupun mereka tidak berbicara, lewat selebaran-selebaran kusam yang ditempel tak sejajar berisi wajahku. Di bawahnya tercetak dengan huruf besar: 27 NOVEMBER NANTI DATANGLAH KE BALAI KOTA. AKAN ADA PERTUNJUKAN. DATANGLAH. BAWALAH SEMUA KELUARGA DAN KERABATMU. AKAN ADA PERTUNJUKAN BESAR: JOSEPH KRISTOFF DIEKSEKUSI!


Itulah yang dibisikkan seorang tentara kepadaku.


Pada hari kelabu di pengujung bulan November ini, aku melihat cahaya untuk pertama kalinya. Tadi pagi, saat aku berada di depan tangga menuju atas dari penjara bawah tanah yang gelap dan berbau busuk dan penuh kerangka. Aku tidak menduga bahwa aku akan segera keluar menuju kebebasan, tapi nyatanya aku keluar menuju ajalku.


Setelah aku dikurung selama satu bulan di dalam kegelapan penjara bawah tanah dan disiksa tanpa ampun, mereka mengiringku menuju jalanan. Mereka membawaku ke balai kota untuk menemui akhir hidupku.


Rantai-rantai di kakiku beradu dengan tangga kayu saat aku melangkah dengan berat menaiki panggung. Seorang tentara memukulkan pegangan senapannya ke wajahku tanpa peduli hingga aku jatuh. Rasanya begitu menyakitkan. Wajahku memar. Tapi yang kulakukan hanyalah merintih.


“Seperti yang kalian lihat,” ujar si tentara. “Beginilah nasib kalian jika ada yang memberontak atau pun membelot dari kami.”


Kerumunan di sekelilingku bergemuruh.


Aku tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan, tapi bisa menyimpulkan mereka peduli. Aku mengedarkan pandang ke sekeliling, mencari-cari keluargaku, tapi mereka tidak ada di sini. Aku tidak melihat Mama, Papa, atau pun adikku, Juta. Mereka tidak datang untuk melihatku untuk terakhir kali.


“Buka bajunya!” perintah si tentara.


Seorang tentara lainnya, membuka paksa bajuku.


Kerumuman bergemuruh sesaat sebelum si tentara kembali berbicara. “Cambuk,” katanya pada tentara lain.


Bahkan sebelum aku mempersiapkan diri menerimanya, cambukkan itu melayang di punggungku. Berkali-kali. Hingga aku tak lagi mampu merasakan sakitnya. Hingga darahku mengalir di punggungku.


Kerumunan riuh, lalu hening. Si tentara tidak berhenti mencambukku, lalu aku mendengar tangisan dari kerumunanan. Orang-orang menangis. Orang-orang memalingkan muka. Tetapi mereka tidak melakukan apa-apa.


Entah berapa lama, aku tak bisa lagi berdiri. Dua tentara mengangkat tubuhku paksa. Mereka akan menggantungku. Seorang yang lain memasang penutup hitam di kepalaku dan mengangkatku.


Kurasakan nereka mengalungkan tali ke leherku. Selama momen-momen menuju ajal, di dalam penutup hitam ini, aku mendengar kerumunan pecah. Aku mendengar suaranya. Aku mendengar suara Mama.


“Tolong hentikan itu!” kata Mama. Aku mendengarnya berkata begitu dengan nada ketakukan. “Putraku tidak bersalah! Dia bukan pembelot! Ini... aku membawa buktinya. Surat-surat ini dari gadis yang ditemuinya. Gadis yang tinggal tak jauh dari perbatasan.”


Dalam sesaat, aku teringat akan Nora. Aku belum sempat mengungkapkan perasaanku kepadanya. Tapi kurasa, aku tak akan pernah bisa.


Pijakan di kakiku menghilang, leherku sesak terbalut tali yang semakin erat.


Aku tergantung.


Aku tidak bisa bernapas.


Sesak. Sakit.


Aku butuh udara.


Kemudian aku terlempar dalam kilasan masa lalu.


(Mei 2023)


Hanya sebuah tulisan random untuk memenuhi tugas prompt bulanan dari Black Pandora Club, jangan dibawa serius.



Berkomentarlah dengan sopan; ketikanmu adalah bumerang. Jangan lupa, gunakan akun Google untuk berkomentar, jangan sampai ada Anonim di antara kita.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama